Sabtu, 26 November 2016

Transfer Pricing

Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga
transfer suatu transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi
finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer
pricing, yaitu intra-company dan inter-company transfer pricing. Intra-company transfer
pricing merupakan transfer pricing antardivisi dalam satu perusahaan. Sedangkan intercompany
transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa. Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara
(domestic transfer pricing), maupun dengan negara yang berbeda (international transfer
pricing).
Pengertian di atas merupakan pengertian yang netral, walaupun sering sekali istilah
transfer pricing dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak baik (sering disebut abuse of
transfer pricing), yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu
negara dengan tarif pajak yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara
dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga mengurangi total beban pajak group
perusahaan tersebut. Eden (2001) dalam Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan
transfer pricing manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau
merendahkan tagihan yang bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Manipulasi harga yang dapat dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada:
- Harga penjualan;
- Harga pembelian;
-Transfer
- Alokasi biaya administrasi dan umum atau pun pada biaya overhead;
- Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder
loan);
- Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen,
imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya;
- Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
- Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai
substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company atau reinvoicing center).6
Contoh sederhana dari abuse of transfer pricing adalah sebuah perusahaan—X
Corp—berkedudukan di negara X memiliki anak perusahaan di Indonesia, yaitu PT ABC,
yang bergerak di bidang industri mainan. Untuk memproduksi mainan yang dijual di
Indonesia, PT ABC mengimpor bahan baku dari X Corp. Harga wajar bahan baku tersebut di
pasar misal US$10/pcs. Tapi, dalam transaksi antara X Corp dengan PT ABC, harga bahan
baku yang sama dijual dengan harga US$30/pcs. Sehingga ada mark up sebesar
US$20/pcs. Harga US$10/pcs ini tidak akan mungkin terjadi jika transaksi tersebut dilakukan
dengan perusahaan yang bukan dalam satu grup atau tidak mempunyai hubungan
istimewa. Sehingga tidak terjadi prinsip harga pasar wajar pada transaksi ini (arm’s length
price principle).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar